(Tugas Softskill ke-6)
Secara umum, bioteknologi adalah aplikasi organisme atau bagian tubuh
organisme ke dalam teknologi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Pemanfaatan organisme atau komponen
sbuselulernya dilakukan denga terarah dan terkontrol untuk melibatkan
multidisiplin serta aplikasi yang terpadu dengan mikrobiologi, biokimia,
biologi sel, fisiologi, genetika molekuler, dan teknik kimia.
Sebagian dari keberhasilan bioteknologi yang menarik perhatian masyarakat
adalah rekayasa genetika. Rekayasa genetika merupakan bagian dari bioteknologi
modern yang ditemukan oleh Watson dan Crik tahun 1953 dari model utas ganda
DNA. Sebelumnya masyarakat telah mengetahui bioteknologi tradisional.
Bioteknologi tradisional yaitu diterapkan dengan pembuatan minuman anggur dan
keju dengan menggunakan mikroba, pemulihan tanaman pangan, atau perkawinan
silang pada hewan.
Seiring berkembangnya zaman, kini telah ditemukan bioteknologi modern
yang sangat membantu berlangsungnya kehidupan manusia. Namun, tidak selalu
dampak yang dihasilkan dari bioteknologi bersifat positif. Ada pula dampak
negatif yang dapat berpengaruh besar bagi ekosistem dan kelangsungan hidup
makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.
Tanaman transgenik menjadi salah satu penyebab timbulnya dampak negatif
dari bioteknologi. Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau
memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup
lainnya. Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan
sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi,
suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta
kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami. Sebagian besar
rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan
pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan
gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan
tanaman.
Namun, yang perlu untuk kita ketahui adalah, tanaman transgenik ini dapat
menjadi penyebab timbulnya penyakit-penyakit baru. WHO pada tahun 1996
menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat
di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit
baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen AAD
yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab
kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal
terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin.
Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat
mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak
dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita
penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik. Contoh
lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar
protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan
kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik.
Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta
penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet
transgenik. Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat
menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998
melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik
memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi.
Selain itu, masih banyak lagi dampak negatif dari bioteknologi, seperti:
1. Toksisitas bahan pangan.
Transfer genetik terjadi di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan
pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang
tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas
yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat
mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada
bahan pangan konvensional.
Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus
reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari
bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food
supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak
pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan,
atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan
bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.
2. Potensi erosi plasma nutfah.
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan
tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah
tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai
contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek
pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva
spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan
menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah
kupu-kupu tersebut.
Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam
jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang
berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi
larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma
milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami
kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang
cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
3. Potensi pergeseran gen.
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera
setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme
dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini
dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan
Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran
gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan
struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.
4. Potensi pergeserean ekologi.
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme
yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta
tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi
tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme
transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan
adaptasi.
Kesimpulannya, sampai saat ini, kehadiran tanaman transgenik masih
menimbulkan kontroversi masyarakat dunia karena sebagian masyarakat khawatir
apabila tanaman tersebut akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi),
membahayakan kesehatan manusia, dan memengaruhi perekonomian global.
Sumber referensi: