Rabu, 10 Februari 2016

Mencontek di Kalangan Pelajar

Sebelum menguraikan judul di atas menjadi sebuah artikel, tadinya saya ingin menulis artikel ini dengan judul “Budaya Mencontek di Kalangan Pelajar”. Namun sebagai pelajar, saya merasa tidak terima jika mencontek dianggap sebagai budaya dalam kehidupan para pelajar, yang akhirnya membuat saya menghilangkan kata budaya yang sebelumnya saya pilih untuk menjadi kata pertama dalam judul artikel saya ini.

         Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya berarti pikiran; akal budi; adat istiadat; sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. 
             Jika mencontek dianggap sebagai budaya di kalangan pelajar, maka orang yang beranggapan demikian berarti mendukung bahwa mencontek merupakan kebiasaan para pelajar yang berkembang dari zaman ke zaman, mempengaruhi pelajar di era-era selanjutnya, dan tentunya kebiasaan itu sukar untuk diubah. Kata 'sukar' menjadi suatu bentuk keputusasaan bahwa kebiasaan mencontek itu sangat sulit untuk dihilangkan bahkan beberapa orang berpendapat bahwa mustahil untuk kebiasaan mencontek lepas dari kehidupan para pelajar, terutama pelajar masa kini.
           Sebelum berpendapat bahwa mencontek merupakan budaya, ada baiknya jika kita menganalisa lebih jauh apa yang menjadi sebab seorang pelajar mencontek. Sebab paling mendasar yang menjadi alasan seorang pelajar melakukan kegiatan mencontek adalah karena adanya keinginan untuk mendapatkan nilai bagus dan tuntutan dari orang sekitar siswa, khususnya orang tua. Dalam beberapa kasus yang saya ketahui dan amati dari teman-teman sekitar saya, beberapa orang tua ada yang sangat menuntut anaknya untuk menjadi anak yang baik dan pintar. Dan kepintaran menurut beberapa orang tua adalah diukur dari nilai bagus dan peringkat yang tinggi di kelas. 
        Saya memiliki seorang teman sekelas pada saat duduk di bangku SMA (Sekolah Menengah Atas), sebut saja saja namanya A. A adalah anak yang pintar. Setiap menerima hasil ujian, nilainya selalu memuaskan. Rata-rata nilainya selalu mencapai angka 90 yang bisa dibilang hampir sempurna. Suatu hari teman sama A ini mendapat nilai ujian 80. Ia lalu merasa tidak terima dengan hasil yang diterimanya karena tidak sesuai dengan usaha dan kerja kerasnya sebelum ujian. Dan setelah menerima hasil ujian itu, saya perhatikan A murung seharian di kelas. Saya pun mendekatinya dan berkata tidak masalah mendapatkan nilai 80, itu juga sudah bagus dibandingkan dengan nilai anak-anak kelas lainnya. Kemudian dia pun bercerita kepada saya bahwa nilai 80 akan membuatnya dimarahi oleh orang tuanya dan dia juga akan dihukum dengan cara tidak boleh bermain game dan tidak mendapatkan uang jajan.
          Dari pengalaman saya di atas, saya merasa sangat prihatin terhadap orang tua yang berpendapat bahwa anak yang mampu menghasilkan nilai bagus adalah anak yang pintar. Padahal pintar tidak bisa jika hanya diukur dengan nilai, tetapi juga bisa dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya, minat dan bakat anak. Jika minat dan bakat anak dapat disalurkan dan diolah dengan baik, ditambah dukungan yang positif dari orang tua, pastinya akan menghasilkan anak yang cerdas dan berbakat. 
Jika kembali kita analisa cerita si A di atas, dan jika boleh dikatakan bahwa "untung" si A mampu memenuhi tuntutan orang tuanya untuk mendapatkan nilai bagus. Jika tidak, mungkin si A akan tertekan dan bahkan bisa mencontek setiap ujian agar mendapatkan hasil yang dirasa dapat memuaskan kedua orang tuanya. Sangat disayangkan jika yang menjadi sebab seorang anak mencontek adalah orang tuanya sendiri.
       Selain orang tua, mungkin juga para guru perlu bekerja lebih keras lagi untuk mendidik dan mengarahkan para siswanya agar mencontek tidak menjadi suatu budaya dalam kehidupan para pelajar. Sampai saat ini, ada beberapa pendidik yang masih acuh tak acuh terharap siswanya yang mencontek. Hal ini sangat saya rasakan ketika sedang mengikuti ujian, teman di samping saya sedang mencontek dengan teman di belakangnya. Saya perhatikan sang pengawas ujian hanya sibuk menunggu kegiatan ujian dengan asik sendiri bermain gadget tanpa ada sedikitpun menegur anak yang saat itu sedang mencontek.

      Mencontek merupakan kegiatan yang sangat merugikan. Dengan mencontek, kita tidak akan benar-benar mengenal potensi besar yang kita miliki dalam diri kita masing-masing. Ada baiknya sebagai seorang pelajar, kita belajar untuk menggali potensi yang kita miliki agar kita dapat menjadi manusia yang berkualitas dan mampu bersaing baik di dunia pendidikan maupun di dunia kerja yang akan kita hadapi di masa yang akan datang.